Bagi warga negara  Indonesia dan warga Jakarta khususnya, Monumen Nasional yang lazim  disebut Tugu Monas sudah tidak asing lagi. Berada tepat di jantung  ibukota negara dan pemerintahan Republik Indonesia, Tugu Monas menjulang  tinggi mengalahkan kemegahan bangunan-bangunan di sekelilingnya.
Menurut sejarahnya,  bangunan setinggi 128,70 meter ini dibangun pada era Presiden Sukarno,  tepatnya tahun 1961. Awalnya, sayembara digelar oleh Sukarno untuk  mencari lambing yang paling bagus sebagai ikon ibukota negara. Sang  Presiden  akhirnya jatuh hati pada konsep Obelisk yang  dirancang oleh Friederich Silaban. Namun saat pembangunannya, Sukarno  merasa kurang sreg dan kemudian menggantinya dengan arsitek Jawa bernama  Raden Mas Soedarsono. Sukarno yang seorang insinyur mendiktekan  gagasannya kepada Soedarsono hingga jadilah Tugu Monas seperti yang  dapat kita saksikan saat ini.
Proyek mercusuar  pembangunan Monumen Nasional tersebut sesungguhnya dilakukan saat  kondisi keuangan negara dalam masa kritis yang sangat hebat. Pada saat  itu, Sukarno juga tengah mengerjakan proyek lainnya yang mungkin  dianggap lebih ‘mulia’, yakni pembangunan Masjid Istiqlal, masjid  terbesar se-Asia Tenggara. Dihadapkan pada pilihan sulit, akhirnya  Sukarno lebih memilih merampungkan proyek Tugu Monas daripada rumah  Tuhan tadi. Uniknya, kedua proyek besar tersebut selesai saat Presiden  Sukarno sudah tidak berkuasa lagi pasca pemberontakan G 30 S PKI.
Sukarno yang terkenal  flamboyan saat itu lebih memilih Monas karena merupakan simbol phallus  raksasa. Tidak aneh jika simbol ibukota negaranya adalah simbol  kejantanan seorang pria (phallus).
Sukarno adalah seorang  visioner yang tidak tanggung-tanggung dan berpandangan jauh ke depan.  Dia tidak membiarkan pembangunan phallus/lingga sendirian. Saat  bersamaan, dia juga memerintahkan pembangunan ‘pasangannya’, yakni Yoni  sebagai simbol perempuan, tepat di atas Monas. Jadilah Monas seperti  yang terlihat sekarang, sebuah bangunan lambing penyatuan Lingga dan  Yoni, simbol laki-laki dan perempuan.
Menurut penuturan Dan  Brown dalam novel fenomenalnya, penyatuan Lingga dan Yoni merupakan  ritus purba seksual, Persetubuhan Suci (The Sacred Sextum). Ini adalah  ritual tertinggi bagi kelompok-kelompok penganut Luciferian (penyembah  setan) seperti halnya Ksatria Templar dan Freemasonry.
Monas adalah The Sacred Sextum!
Tugu Monas hanyalah salah  satu dari obelisk-obelisk lain yang tersebar di pusat-pusat kota  seluruh dunia. Obelisk tertua berasal dari kebudayaan Mesir Kuno, simbol  menjulang menuju dewa tertinggi bangsa pagan purba (dan modern). Selain  Kairo dan Jakarta, obelisk asli Mesir dapat kita saksikan di ibukota  penguasa dunia saat ini, Washington DC Amerika Serikat. Lokasinya tepat  di depan Capitol Hill tempat presiden-presiden Amerika terpilih  mengucapkan sumpahnya secara turun-temurun. Obelisk atau phallus juga  bisa kita jumpai tepat di tengah lapangan Basilika Santo Petrus, Vatican  City, negara tempat pemimpin umat Katholik Roma sejagat raya. Phallus  modern juga dapat berupa obelisk baja yang menjulang di tengah-tengah  ibukota Perancis, Paris berupa Menara Eiffel.
Obelisk adalah simbol kejantanan, kekuatan, dan kekuasaan!
Jika kita cermati  bersama, keberadaan Tugu Monas di jantung ibukota negara Republik  Indonesia adalah sebuah ejekan tak kentara terhadap sila pertama  Pancasila. Monas adalah lambang Persetubuhan Suci yang dilakukan tanpa  malu-malu di sekeliling rumah Tuhan. Dia mengejek Gereja Imanuel, dia  mengejek Gereja Katedral, dan dia juga mengejek Masjid Istiqlal.  Terhadap rumah Tuhan-rumah Tuhan yang mengelilinginya, Monas seakan  mencibir, “Lihatlah aku, aku lebih tinggi dan lebih megah ketimbang  kalian, dan yang pasti pengikutku lebih banyak dari penghuni kalian,  hahahaha..”
Dan memang ada benarnya,  Monas adalah simbol dari tabiat bangsa ini dari waktu ke waktu yang  semakin tidak memiliki rasa malu. Di bawah naungannya, di antara  rindangnya pepohonan dan rimbunnya semak-semak di sekitarnya, tidak  siang tidak malam, banyak manusia yang melakukan ritus purba seperti  yang ditunjukkan penyatuan Lingga dan Yoni, Monas. Kebanyakan pelakunya  adalah muda-mudi yang tidak tahu diri dan tidak memiliki harga diri  lagi.
Dan, rahasia Tugu Monas  yang barangkali tidak dapat kita rasakan hingga saat ini adalah bentuk  piramida silang Monas jika dilihat dari udara.
Sebelum adanya aplikasi  Google Earth, tak banyak manusia yang dapat menyaksikan simbol pagan  masyarakat purba (dan modern) dengan seksama seperti saat ini. Sebagai  perbandingan, arahkan kursor peta Google Earth tepat di atas Piramida  Giza di Kairo, Mesir. Kemudian alihkan kursor ke kota Jakarta tepat di  atas komplek Tugu Monas. Jika silang Monas yang tampak dari atas  tersebut kita anggap sebagai sisi-sisi piramida dan Tugu Monas yang  berada tepat di tengahnya sebagai puncak piramida, terlihat ada kesamaan  bentuk dan konsep antara Piramida Giza di Mesir dan ‘Piramida Monas’di  Indonesia.
Selamat jalan-jalan sobat!



0 komentar:
Posting Komentar